Sudahkah Kamu Bergabung Di Komunitas Pak Rizky? [View|Join Now]

2.24.2008

Jangan Remehkan Gerakan Protes Mahasiswa!!!

. 2.24.2008

Bila kita berbicara tentang gerakan protes mahasiswa, mungkin di benak sebagian orang di kalangan masyarakat berpendapat mendefinisikannya sebagai suatu fenomena yang mempunyai sifat-sifat radikal dan agresif dalam setiap pelaksanaanya.Lihat saja banyak teman-teman mahasiswa yang turun ke jalan-jalan berdemonstrasi sembari berkoar-koar menuntut keadilan terhadap hak-hak masyarakat yang sering di kesampingkan oleh suatu pemerintahan. Masyarakat mungkin sering melihat mobilisasi massa oleh mahasiswa yang kadangkala di selingi oleh tindakan-tindakan anarki terjadi di beberapa daerah. Hal ini memberikan kesan di masyarakat bahwa yang namanya gerakan protes mahasiswa itu identik dengan sekumpulan massa yang kerjanya berteriak-teriak di jalan-jalan dan bisanya hanya membuat onar saja di tempat-tempat umum, dalam aksinya acapkali berurusan dengan aparat penegak hukum alias polisi atau semacamnya lah...

Anggapan tersebut di atas hendaknya dapat kita buang jauh-jauh dalam konsepsi pemikiran kita, terlebih-lebih lagi negara kita merupakan negara yang menganut asas demokrasi.Apa salah setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda-beda dalam menafsirkan suatu realita sosial yang terus berkembang?. Lalu apakah kita harus mengikuti setiap kebijaksanaan yang dibuat dan dikeluarkan oleh suatu otoritas (Pemerintah), padahal pada kenyataannya bertentangan dengan hati nurani kita dan jelas-jelas menyengsarakan rakyat?.

Dalam tulisan ini Saya mencoba mengangkat posisi mahasiswa yang pada masa sekarang telah di marjinalkan oleh berbagai kepentingan otoritas pemerintah semata. Suasana rezim yang tidak kondusif lagi merupakan wahana bagi mahasiswa untuk bertindak dan menyuarakan aspirasi-aspirasi di kalangan masyarakat untuk mengingatkan
Pemerintah agar setiap kebijaksanaannya tidak bertentangan dengan hak-hak dan kepentingan masyarakat banyak. Dalam pandangan masyarakat yang berkembang, mahasiswa merupakan suatu kreator yang berperan mengkritisi setiap pola-pola kebijaksanaan otoritas pemerintahan agar hasilnya dapat dipertanggung jawabkan. Tapi keberadaan mahasiswa melalui aksi-aksinya sendiri menimbulkan bumerang tersendiri, karena dapat dimanfaatkan oleh orang-orang tertentu yang bisanya hanya memanfaatkan dan memancing di air keruh terhadap situasi-situasi yang dapat menggerakkan mahasiswa. Hendaknya mahasiswa sebagai creator pembangun bangsa dapat secara selektif mencermati gejala-gejala social yang tengah terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat, karena apabila mahasiswa termakan hasutan-hasutan orang-orang tertentu tersebut bisa saja dapat merugikan diri mahasiswa itu sendiri maupun bagi lingkungan umum di masyarakat.

Saya memperoleh kesan bahwa mahasiswa dapat merupakan kekuatan sosial politik yang penting. Aksi-aksi mahasiswa tahun 1966 yang berakhir dengan lahirnya Pemerintah Orde Baru merupakan bukti yang jelas. Demikianpun aksi-aksi setelah 1966 (1971, 1974, 1977) walaupun tidak sampai kepada perubahan Pemerintahan, namun cukup besar pengaruhnya sehingga Pemerintah merasa perlu mengadakan reaksi baik secara langsung maupun tidak langsung, dan nyatanya prubahan sosial memang terjadi. Salah satu aksi mahasiswa yang paling fundamental terjadi di tahun 1998 dan dicatat dalam sejarah Negara Indonesia yaitu, dilengserkannya rezim Orde Baru yang berkuasa cukup lama di Republik ini dengan melahirkan suatu tatanan Pemerintahan yang baru dan dikenal dengan sebutan Reformasi. Baru-baru ini mahasiswa di daerah, khususnya Banjarmasin bereaksi terhadap di berlakukannya undang-undang pemerintah tentang pembentukan RUU Badan Hukum Pemerintah (BHP) di dalam dunia pendidikan, yang disinyalir hanya orang-orang berduit yang bisa mengenyam pendidikan. Lalu reaksi mhasiswa sendiri bagaimana?. Jelas sekali bhwa mahasiswa menolak tentang RUU BHP tersebut, dengan lantang mereka menyuarakan aspirasinya, dan berorasi dengan alasan sama saja dunia pendidikan dizalimi oleh pemerintah sendiri.

Gerakan protes mahasiswa dalam tulisan ini tidak akan dipelajari sebagai gerakan organismik atau secara sosiologis, melainkan sebagai gejala psikologis dengan cara sosial tertentu (“socially determined”). Dalam perkembangan psikologi sebagai pengetahuan, fenomena protes telah banyak mendapat sorotan baik dari sudut psikologi perkembangan maupun dalam studi-studi psikologi sosial. Ditinjau dari fase perkembangan seseorang, mahasiswa berada dalam tahap perkembangan tertentu, oleh karena itu merupakan suatu hal yang sangat boleh jadi diterangkan lebih mantap dari segi psikologi. Gerakan protes mahasiswa dari masa ke masa tampak sebagai gejala universal yang terlepas dari kekhususan-kekhususan kultural. Namun adakalanya pengaruh-pengaruh kultural tersebut dalam pengungkapan protes. Sehingga tidak menutup kemungkinan kita perlu meninjau dari segi psikologi, khususnya psikologi sosial.

Adapun yang dimaksudkan dengan “gerakan protes mahasiswa” dalam tulisan ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa secara bersama-sama atau sendiri-sendiri untuk menentang suatu kebijaksanaan yang dibuat oleh suatu otoritas (pimpinan universitas atau pemerintah). Kita harus mencermati bagaimana gerakan protes mahasiswa ini bisa mencapai tahapan yang memicu terjadinya kegiatan ini di kalangan mahasiswa. Karena adanya hubungan “power-dependency” dan karena individu-individu dalam komunitas dan kelompok-kelompok dalam komunitas mempunyai “power” yang berbeda-beda, maka dalam komunitas biasanya terbentuk strata sosial atau pelapisan sosial.

Pelapisan-pelapisan sosial ini seringkali menambah kemungkinan terjadinya konflik-konflik dalam komunitas bila lapisan atas dari masyarakat yang memegang kekuasaan tidak dapat mengontrol kekuasaannya lagi, menggunakannya dengan sewenang-wenang dan dengan itu menekan lapisan sosial yang ada di bawahnya. Orang-orang yang berada pada lapisan sosial bawah pada keadaan-keadaan tertentu bisa memprotes keadaan ini dan mereka menuntut suatu perubahan sosial (“social change”). Karl Marx adalah tokoh klasik yang mengemukakan pendapat bahwa perubahan sosial terjadi sebagai akibat pertentangan kelas dalam suatu masyarakat. Menurut para ahli seperti Ogburn dan Nimkof berpendapat bahwa, istilah “social change” diartikan sebagai perubahan positif yakni, perubahan yang memperbaiki kehidupan sosial, sedangkan untuk perubahan yang negatif mereka mempergunakan istilah “social disorganization”. Pengangguran, kemiskinan, kriminalitas, konflik-konflik sosial adalah contoh-contoh daripada disorganisasi sosial ini. Sedangkan Koentjaraningrat berpendapat bahwa, suatu bentuk perubahan sosial yang lebih khusus adalah modernisasi.

Di dalam suatu negara yang sedang berkembang, dorongan ke arah perubahan sosial seringkali mendapat tantangan dari golongan lain yang menghendaki dipertahankannya nilai-nilai lama atau nilai-nilai tradisional. Konflik antar nilai ini menyebabkan problem-problem sosial dan disorganisasi sosial. Salah satu bentuk problem sosial yang dtimbulkan oleh modernisasi adalah protes, karena pada dasarnya gejala protes merupakan suatu hal yang tak terpisahkan dari proses modernisasi. Dalam suatu negara, gejala protes ini biasanya mengakibatkan komunitas negara itu terbagi dalam dua kelompok, yaitu yang memprotes dan kelompok yang diprotes. Kelompok yang memprotes biasanya disebut kaum oposisi, merupakan kumpulan individu yang tidak puas terhadap keadaan sekarang dan menuntut perubahan, sedangkan kelompok yang diprotes adalah orang-orang yang berusaha mempertahankan keadaan sekarang karena keadaan sekaranglah yang mereka anggap terbaik. Kelompok oposisi bisa berupa kelompok buruh, petani, partai politik, militer atau mahasiswa. Sedangkan kelompok yang diprotes biasanya terdiri dari orang-orang yang sedang memegang kekuasaan pada waktu itu, umumnya mereka ini adalah pemimpin-pemimpin atau pejabat-pejabat pemerintah dan pengikut-pengikutnya.

Saya sampai kepada pendapat bahwa gerakan protes mahasiswa adalah cerminan dri konflik-konflik sosial yang sedang terjadi dalam masyarakat. Konflik-konflik itu terjadi oleh karena memang masyarakat sedang mengalami perubahan sosial dan perubahan sosial lebih dirasakan pada komunitas-komunitas di negara-negara berkembang, oleh karena di negara-negara berkembang itu masuk dengan proses yang cepat, nilai-nilai baru yang umumnya datang dari negara-negara berkembang itu masukdegan proses yang cepat, nilai-nilai baru yang umumnya datang dari negara-negara Barat yang tidak selalu bisa disesuaikan dengan nilai-nilai yang slama ini sudah ada. Mahasiswa adalah kelompok dalam masyarakat yang langsung mengalami konflik antara nilai itu dalam dirinya dan dalam lingkungan perguruan tinggi. Oleh karena itu mahasiswa paling peka dan mudah bereaksi terhadap perubahan-perubahan sosial yang terjadi.

Mahasiswa adalah suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya selalu dalam ikatannya dengan perguruan tinggi. Seseorang disebut mahasiswa hanya kalau ia belajar di salah satu perguruan tinggi. Tidak seorang pun yang dapat dinamakan mahasiswa kalau ia tidak terikat pada salah satu perguruan tinggi. Perguruan tinggi didefinisikan sebagai lembaga pendidikan formil di atas sekolah lanjutan atas yang terutama memberikan pendidikan teori dari suatu ilmu pengetahuan di samping mengajarkan suatu keterampilan (skill) tertentu.

Salah satu ciri khas kaum intelektual adalah sifatnya kritis. Karena ia hidup dalam dunia ide, padahal dunia ide tidak pernah identik dengan dunia nyata, maka kaum intelektual selalu melihat kekurangan dalam kenyataan dan selalu mau mmengkritik dunia nyata , selalu menghendaki perubahan-perubahan dalam dunia nyata ke arah yang menghendaki perubahan-perubahan dalam dunia nyata ke arah yang mendekati harapan-harapan idiilnya. Jadi tingkah laku kritik merupakan ciri hakiki dari tingkah laku intelektual.

Mahasiswa adalah insan-insan calon sajana yang dalam keterlibatannya dengan perguruan tinggi (yang makin menyatu ke dalam masyarakat) dididik dan diharapkan menjadi calon-calon intelektual juga. Ada mahasiswa dari fakultas atau jurusan-jurusan ilmu sosial dan humanitas yang memang dididik untuk mempelajari masalah-masalah sosial akan menjadi intelektual. Sedangkan ada mahasiswa-mahasiswa dari jurusan-jurusan ilmu pasti dan tekhnik, yang sekalipun dalam pelajaran mereka tidak langsung menerima kuliah-kuliah tentang masalah-masalah “destiny man” , tetapi dari pergaulan dan kehidupan mereka sehari-hari mereka tetap dapat mejadi intelektual pula. Bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa ada mahasiswa-mahasiswa yang sudah menjadi intelektual walaupun belum menyelesaikan kuliahnya. Dapat dimengerti sekarang bahwa pola tingkah laku kritik pada hakekatnya secara potensial sudah terkandung dalam diri mahasiswa, terlepas dari ada atau tidak adanya pengaruh yang datang dari luar.

Dalam kedudukannya sebagai calon intelektual dan sekaligus pemuda, mahasiswa mempunyai sifat-sifat tertentu yang berbeda dari kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, sifat-sifat mana seringkali sangat menentukan fungsi mahasiswa dalam perubahan-perubahan sosial yang terjadi di masyarakat atau komunitasnya. Nampaklah sekarang bahwa peranan mahasiswa dalam masyarakat tidak dipandang hanya terbatas pada kritik atau kontrol sosial, melainkan lebih jauh lagi bisa merupakan kekuatan politik yang mampu merangsang terjadinya perubahan-perubahan sosial-poltik di negara yang bersangkutan.

Mahasiswa adalah salah satu golongan masyarakat yang mempunyai dua sifat yaitu muda dan calon intelektual. Karena dua sifatnya ini, mahasiswa memang lebih peka terhadap peristiwa-peristiwa sosial dan lebih kritis melihat kepincangan-kepincangan sosial yang terjadi. Oleh karena itu, mahasiswa nmempunyai kecenderungan protes yang lebih besar daripada golongan pemuda lainnya.

Protes yang dilakukan mahasiswa semata-mata adalah reaksi atas persepsi mereka terhadap kepincangan-kepincangan soial dalam masyarakat, yang oleh Gurr dinyatakan sebagai adanya jarak yang makin lama makin besar anatara “value expectation” dan “value capabilities”. Frustasi yang timbul karena adanya jarak anatara kedua “values” ini merangsang timbulnya berbagai reaksi dari pihak mahasiswa, antara lain reaksi protes yang bersifat agresif.

Dipilihnya reaksi protes ini tidak semata-mata tergantung kepada mahasiswa sendiri, melainkan dipengaruhi pula oleh faktor lain yang oleh Smesler digolongkan dalam 5 Determinan. Dalam prakteknya semakin kuatnya determinan – determinan itu masih dipengaruhi oleh berbagai faktor lain yang dalam penelitian ini telah dibuktikan sebagai faktor tidak efisiennya penyaluran pendapat yang ada, pengaruh dari luar melalui organisasi – organisasi mahasiswa extrauniversitas, glorifikasi oleh mass media, tidak adanya tokoh identifikasi dan besarnya peranan yang diberikan kepada organisasi – organisasi mahasiswa intrauniversitas (Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa). Semua ini masih ditambah lagi dengan fungsi perguruaan tinggi di Indonesia yaitu Tri Dharma Perguruaan tinggi yang secara sadar dan sengaja ditetapkan oleh pemerintah agar perguruaan tinggi tidak menjadi suatu menara gading melainkan dapat langsung bermanfaat dalam masyarakat sebagai sumber “ilmu amaliah dan amal ilmiah”. Jadi kesimpulannya teruslah berjuang dan abdikan secara nyata bahwa keberadaan mahasiswa tidak bisa di remehkan begitu saja, Hidup Mahasiswa Indonesia….!!!.

0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Sudah Baca Postingan Yang Ini :

 
Powered by  MyPagerank.Net Add to Technorati Favorites Site Meter site statistics
© Copyright 2007-2008. Aha Blog . All rightsreserved | Aha Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Aha