Sertifikasi Momok Menakutkan Bagi Guru???
Akhir-akhir ini pemerintah mempunyai kebijakan yang bisa dianggap suatu gebrakan yang revolusioner dalam dunia pendidikan di Indonesia . Di tengah terpuruknya dunia pendidikan Indonesia saat ini, muncul ide-ide yang baru sekaligus mencengangkan para pelaku yang berkecimpung di dunia pendidikan. Masalah yang mendera dunia pendidikan di Indonesia tidak serta merta dapat diselesaikan pemerintah secara objektif dan transendental serta terstruktur dengan baik. Di tengah kontorversi dan kekalutan mengenai mahalnya biaya sekolah untuk rakyat, masalah pelaksanaan UAN yang marak tiap tahun mewarnai potret dunia pendidikan di Indonesia, kurikulum yang tidak konsekuen dibuat dan dijalankan sesuai dengan kesepakatan bersama, dalam tanda kutip “gugur sebelum waktunya” oleh birokrat dan instansi yang terkait, dan yang baru-baru ini pemberian sertifikasi kepada guru-guru di Indonesia . Yang disebutkan terakhir ini cukup menimbulkan polemik yang saya kira cukup mendalam maknanya kalau kita telisik melalui berbagai macam pendekatan dan sudut pandang yang berkembang saat ini.
Yang patut kita pikirkan saat ini terdapat dua pertanyaan yang paling mendasar dan mumpuni di dalam mencermati permasalahan sertifikasi guru di Indonesia . Yakni patutkah guru-guru yang notabene di didik melalui suatu LPTK ataupun pada instansi yang berlabel pendidikan di sertifikasi?. Kemudian yang kedua, apakah dengan pemberlakuan sertifikasi guru di setiap sudut dan wilayah di republik ini dapat mengangkat citra kelam dunia pendidikan di Indonesia yang saat ini bagaikan terlalu tertidur pulas?. Pertanyaan tersebut mungkin dapat terjawab apabila semua elemen dan komponen yang berperan di dalam eksistensi dunia pendidikan di Indonesia dapat satu suara menyuarakan kebangkitannya melalui fondasi yang benar-benar rill dan tidak lupa belajar dari sejarah dan pengalaman-pengalaman di masa lalu. Namun nyatanya banyak praktisi dan ahli-ahli dalam dunia pendidikan di Indonesia hanya mampu asyik berteori dan berdebat mencari solusi yang dianggap paling ampuh memperbaiki pendidikan di Indonesia , tanpa peduli dengan keadaan masyarakat yang saat ini lagi terpuruk. Mereka boleh-boleh saja berimajinasi melalui ide-ide maupun teori-teori baru yang dikemukakannya, namun kiranya semua itu tidak akan ada artinya apabila masyarakat yang terkait hanya mengalami kemelaratan mentalitas dan pendirian yang telah terstruktur sedemikian rupa.
Akhir-akhir ini pemerintah mempunyai kebijakan yang bisa dianggap suatu gebrakan yang revolusioner dalam dunia pendidikan di Indonesia . Di tengah terpuruknya dunia pendidikan Indonesia saat ini, muncul ide-ide yang baru sekaligus mencengangkan para pelaku yang berkecimpung di dunia pendidikan. Masalah yang mendera dunia pendidikan di Indonesia tidak serta merta dapat diselesaikan pemerintah secara objektif dan transendental serta terstruktur dengan baik. Di tengah kontorversi dan kekalutan mengenai mahalnya biaya sekolah untuk rakyat, masalah pelaksanaan UAN yang marak tiap tahun mewarnai potret dunia pendidikan di Indonesia, kurikulum yang tidak konsekuen dibuat dan dijalankan sesuai dengan kesepakatan bersama, dalam tanda kutip “gugur sebelum waktunya” oleh birokrat dan instansi yang terkait, dan yang baru-baru ini pemberian sertifikasi kepada guru-guru di Indonesia . Yang disebutkan terakhir ini cukup menimbulkan polemik yang saya kira cukup mendalam maknanya kalau kita telisik melalui berbagai macam pendekatan dan sudut pandang yang berkembang saat ini.
Yang patut kita pikirkan saat ini terdapat dua pertanyaan yang paling mendasar dan mumpuni di dalam mencermati permasalahan sertifikasi guru di Indonesia . Yakni patutkah guru-guru yang notabene di didik melalui suatu LPTK ataupun pada instansi yang berlabel pendidikan di sertifikasi?. Kemudian yang kedua, apakah dengan pemberlakuan sertifikasi guru di setiap sudut dan wilayah di republik ini dapat mengangkat citra kelam dunia pendidikan di Indonesia yang saat ini bagaikan terlalu tertidur pulas?. Pertanyaan tersebut mungkin dapat terjawab apabila semua elemen dan komponen yang berperan di dalam eksistensi dunia pendidikan di Indonesia dapat satu suara menyuarakan kebangkitannya melalui fondasi yang benar-benar rill dan tidak lupa belajar dari sejarah dan pengalaman-pengalaman di masa lalu. Namun nyatanya banyak praktisi dan ahli-ahli dalam dunia pendidikan di Indonesia hanya mampu asyik berteori dan berdebat mencari solusi yang dianggap paling ampuh memperbaiki pendidikan di Indonesia , tanpa peduli dengan keadaan masyarakat yang saat ini lagi terpuruk. Mereka boleh-boleh saja berimajinasi melalui ide-ide maupun teori-teori baru yang dikemukakannya, namun kiranya semua itu tidak akan ada artinya apabila masyarakat yang terkait hanya mengalami kemelaratan mentalitas dan pendirian yang telah terstruktur sedemikian rupa.
Saat ini sertifikasi bagaikan momok yang menakutkan bagi guru di seluruh Indonesia . Seringkali para guru menderita gejolak batin yang cukup hebat dalam dirinya. Bagaikan dua sisi mata uang, pada satu sisinya mereka dituntut bersikap profesional demi memberikan pengabdian untuk
mendidik anak didiknya semaksimal dan seberhasil mungkin, namun pada sisi yang lainnya mereka selalu dihantui oleh berbagai macam proses administrasi dalam pelaksanaan sertifikasi yang cukup melelahkan dan menguras otak mereka. Dimana mereka para guru harus membuat suatu portofolio selama mereka aktif mengajar. Usaha pemerintah untuk mensertifikasi para guru memang terdapat sisi baiknya, yakni kita mendapatkan kualitas guru yang terbaik melalui berbagai kriteria penilaian yang telah ditetapkan. Namun sisi negatifnya yakni munculnya kesenjangan-kesenjangan antar sesama guru di dalam menyikapi permasalahan sertifikasi ini sendiri. Mungkin terlalu naïf bila kita hanya memandang sisi ekonomis saja bahwa apabila lolos dari sertifikasi, seorang guru mendapatkan tunjangan profesi yang berbeda dari gaji pokok mereka, yang secara otomatis pundi-pundi penghasilan mereka (guru) juga bertambah pula. Untuk itu para guru berlomba-lomba berusaha mendapatkan predikat lolos sertifikasi ini secara total, sehingga lama-kelamaan seorang guru akan kehilangan fungsinya yang sebenarnya yaitu memberikan pengajaran kepada anak didiknya secara terprogram dan konsekuen lagi. Akibatnya mereka (guru) hanya memikirkan dan dipusingkan oleh kegiatan sertifikasi yang mengglobal di seluruh Indonesia . Harapan saya pribadi sebagai calon guru nantinya, semoga dengan adanya sertifikasi untuk guru sekarang ini bukanlah insiden buruk bagi dunia pendidikan di Indonesia, melainkan sebagai jembatan menuju pembaruan pembangunan dunia pendidikan Indonesia yang berdaya saing kuat dan dapat dipertanggungjawabkan hasil dari produk-produk pendidikan yang telah dihasilkan selama ini. Satu hal yang menjadi kunci dari semua permasalahan yang mengakibatkan terpuruknya pendidikan saat ini adalah hendaknya semua pihak jangan menyalahkan satu sama lain, melainkan mengintropeksi diri pribadi masing-masing agar nantinya semua pihak dapat belajar dari kesalahan-kesalahan yang telah dibuat pada masa lalu. Ada sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa “hanya orang bodoh saja yang terjerambab pada kesalahan yang kedua kalinya bahkan berulang-ulang”, untuk itulah kita sebagai insan-insan yang sadar dapat mawas diri terhadap berbagai pengaruh-pengaruh arus globalisasi saat ini agar nantinya kita tidak terseret kedalam jurang yang dapat menghancurkan bangsa kita sendiri.
Pendidikan Bukan Sekedar Menjual Prestise
Sebagai masyarakat awam kita melihat dan menyadari bagaimana tertinggalnya dunia pendidikan kita dibandingkan dengan negara lain, baik di tingkat regional maupun internasional. Pemerintah kita seakan-akan tercambuk melihat terpuruknya dunia pendidikan di Indonesia dibandingkan negara lain yang telah maju. Cara-cara yang dinilai tepat mengatasi permasalahan tersebut diambil guna menyelamatkan tunas-tunas bangsa di masa yang akan dating. Namun kiranya cara-cara maupun solusi-solusi yang ditawarkan, seringkali terlalu prematur diterapkan dan cenderung instan bila dipaksakan kepada dunia pendidikan di Indonesia saat ini. Lebih hematnya lagi bentuk adopsi-adopsi pemikiran dari luar hendaknya dapat dipilih secara selektif dan bijak untuk diterapkan di Indonesia , sehingga alam pendidikan Indonesia tidak menjadi lahan eksperimen semata. Kita juga tidak bisa terlalu memaksakan menerapkan kebijakan-kebijakan tersebut. Kalaupun dipaksakan tentu hasilnya tidak akan sesuai dengan hasil yang diharapkan. Sebaiknya pemerintah cukup matang mempertimbangkan dan membuat arah kebijakan bagi dunia pendidikan di Indonesia saat ini, daripada hanya mementingkan prestise mupun hanya mengejar kuantitas daripada kualitas yang benar-benar mapan. Menurut hemat saya lebih baik bangsa ini memiliki landasan pijak yang kuat dan sesuai dengan jati dirinya tanpa meninggalkan kepentingan yang lebih sentralistis yakni tugas negara untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat, tanpa terkecuali khususnya di dalam memberikan pelayanan melalui mutu pendidikan yang baik. Bangkit dan majulah pendidikan Indonesia ….!!!
1 komentar:
;))
Posting Komentar