Sebuah berita mengejutkan saya dengar dari sebuah tayangan di televisi, dimana dalam tayangan tersebut saya menyaksikan bagaimana aparat kepolisisan dengan beringas menyerbu dan menyerang kampus Universitas Nasional (Unas) Jakarta. Penyerbuan ini terjadi pada sabtu (24/5) sekitar pukul 06.15 Wita. Dalam tayangan tersebut saya cuma bisa terperana sekaligus tidak percaya, bahwa aparat kepolisian yang notabene sebagai pelindung dan pengayom masyarakat, kok bisa dengan gagahnya memukuli dan menghantam mahasiswa hingga bocor kepalanya? Tidak sedikit dari mahasiswa yang dilarikan ke rumah sakit karena babak belur hingga tidak sadarkan diri. Mirisnya lagi seakan-akan aparat kepolisian yang saya lihat dalam tayangan tersebut kerasukan setan, bak orang yang amarahnya meledak-ledak, membabi buta menyerang segala apa yang ada dikampus tanpa ada rasa iba dan bersalah sedikit pun. Dalam hati saya bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi?
Setelah beberapa saat kemudian mulai gemparlah berita diseluruh pelosok stasiun tv di Indonesia, mengangkat topik utama “Polisi Serbu Kampus Unas”. Kelar shalat magrib, saya pun dengan seksama mendengarkan berita malam disalah satu tv swasta. Ternyata kerusuhan di Unas diawali oleh aksi ratusan mahasiswa Unas pada jumat (23/5) malam, dimana pada pukul 22.00 Wita atau pasca pengumuman kenaikan harga BBM. Mahasiswa dalam aksinya melakukan pembakaran ban bekas sambil menggelar mimbar bebas. Aparat yang tadinya adem ayem, akhirnya kepancing juga berusaha membubarkan hingga akhirnya bentrokan tak terhindarkan lagi. Mahasiswa yang terdesak akhirnya masuk kampus. Sebagian mahasiwa kelelahan dan hanya sebagian yang berorasi sesekali. Puncaknya sabtu dinihari aparat masuk kampus dengan disertai jumlah anggota yang kian bertambah. Mereka (aparat) terlebih dahulu menembakkan gas air mata, mensweeping bahkan memukuli mahasiswa. Setelah ditelisik ternyata sekitar 200-an mahasiswa yang berhasil mereka tangkap. Namun, ada hal yang menggelitikkan ketika ditemukan dua granat nanas aktif yang ditemukan dikampus. Aparat menuduh bahwa granat itu punya mahasiswa. Tapi bagaimana mungkin, emangnya seorang mahasiswa diwajibkan bawa granat setiap masuk ke kampus atau ruang kuliah, untuk menunjang proses perkuliahannya??? Truz emangnya benda tersebut inventaris kampus! Yang benar saja… (Kampus bukannya gudang senjata bung!)
Sekarang pemerintah hendaknya dapat mengusut tuntas kasus Unas ini dengan seadil-adilnya, tanpa ada intervensi sedikitpun! Apakah tidak cukup korban-korban yang berjatuhan tesebut! Ingat Negara kita mengusung asas demokrasi dan Pancasila sebagai nilai-nilai yang mengatur kehidupan masyarakat di Indonesia, jadi sudah selayaknya lah pemerintah menerapkan kebijakan yang melindungi rakyatnya bukannya menyakiti rakyatnya. Jadi sangat kontras apabila kita berkaca dari kasus Unas yang kita lihat. Saya agaknya sangat-sangat tidak mengerti mengapa rakyat yang selalu jadi korban? Kemana hati nurani aparat kita, apabila mereka bertindak dengan semena-mena tanpa pikir panjang akan akibat yang akan dihasilkan oleh perbuatan mereka. Kembali ke kasus Unas, walhasil efek yang cukup mengena tentu saja dampaknya baik itu dari institusi kepolisian maupun Unas sendiri, dan tentu sangat merugikan keduanya. Kabar terbaru kasus bentrokan di Unhas ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM oleh KOMNAS HAM, atas usulan dari mahasiswa kasus ini agar diusut secara tuntas dan hendaknya dapat diungkap secara rill tanpa ada rekayasa maupun intervensi dari pihak manapun. Namun kiranya sekarang hendaknya kita merenungkan kembali dan belajar dari peristiwa tersebut agar kita lebih dewasa dalam berpikir dan bertindak. So, Hidup mahasiswa!!!
3 komentar:
memang tu pelanggaran berat. kenapa se setiap menghadapi mahasiswa, polisi sulit untuk mengontrol emosi. yah mungkin karena kebanyakan polisi itu kan hanya mengemban pendidikan tingkat SMA aja kali ya? jadi susah mengontrol emosi atau juga iri ama mahasiswa yang mengenyam pendidikan yang dibilang cukup tinggi dari mereka.......... hehehe........
sy setuju dengan sdr.tria,memang seharusnya calon polisi skrng hrs mengenyam pndidikan min D3. supaya mereka merasakan dan memahami sifat dr mahasiswa(ya itung2 sosialisai),krn usia mereka tergolong msh labil emosiny."(ceilee sok tua)"
sehubngan dgn mslh Pelngrn HAM, menurut sy pd saat pendidikan kepolisian materi utama pendidikan ham itu harus diutamakan,agar para calon polisi trsbt mengerti dan paham scr mendalam.
menurut saya aparat penegak hukum skrng berpegang ke UU KUHP pasal 50-51. yg isinya bertentangan dengan undang2 HAM.
sory klo ada slh kata...heeeee
Iya, ada benarnya juga sebaiknya calon penegak hukum harus dibekali pendidikan HAM.. Lebih bagus jika ada semacam Emotional Spritual Question... Mudah2an saja aparat kita mendapat pencerahan dalam dirinya.
Posting Komentar