Sudahkah Kamu Bergabung Di Komunitas Pak Rizky? [View|Join Now]

4.26.2008

Benarkah Penguasa Tidak Sensitif ?

. 4.26.2008

Permasalahan yang mendera negara kita saat ini, memang sangat-sangat memberikan efek domino yang langsung mengena kepada tiap-tiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sangat dirasakan bahwa kemiskinan, kelaparan, pengangguran, naiknya harga-harga kebutuhan pokok, dan lain sebagainya merupakan realitas yang sudah seharusnya diatasi dan diselesaikan. Tak terkecuali dengan semua komponen masyarakat, sang penguasa yang merupakan puncak dari legitimasi kekuasaan suatu negara, mempunyai peran yang penting dalam mengubah kehidupan rakyatnya kearah yang lebih baik.
Berkaca dari tulisan dari saudari Masliati dimuat harian ini pada tanggal 12 April 2008 kemarin, saya melihat saudari Masliati lebih mengedepankan aspek ekonomi sebagai landasan berpikir. Memang tidak bisa di pungkiri bahwa istilah “keuangan yang maha kuasa”, UUD (ujung-ujungnya duit), ataupun ADUL (ada duit urusan lancar) sudah membudaya di negara kita. Sehingga secara eksplisit muncul kesalahan penafsiran makna bahwa kita hidup di dunia ini hanya mengutamakan dan mementingkan materialistik. Tentunya naïf sekali jika ada orang yang mempunyai “way of life” seperti itu.
Saudari Masliati mengatakan di dalam tulisannya bahwa paradigma ekonomi kapitalis merupakan akar dari kemelaratan yang terjadi ini, dimana negara memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi pihak pemilik modal baik swasta maupun asing untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun jika saudari Masliati lebih bijak menganalisis, hendaknya dapat secara transendental menjelaskan mengapa sistem ekonomi kapitalis itu dapat masuk dan menguasai sektor-sektor public society? Dan tentunya bagi masyarakat awam tentunya tidak mengerti tentang bagaimana berjalannya paradigma ekonomi kapitalis ini. Sehingga ada pemeo yang berbunyi bahwa bagaimana masyarakat dapat berpikir, sementara mereka dihadapkan pada pemenuhan kebutuhan sandang, papan, dan pangan yang terus meroket akhir-akhir ini? Tentunya mereka (masyarakat) lebih memilih untuk berupaya mengisi perutnya ketimbang mengkritisi kebijakan penguasa, karena mereka menganggap suara-suara keluh-kesah mereka hanya angin lalu saja. Mereka lelah dengan keadaan yang stagnan, sehingga terbungkam pula suara-suara mereka. Padahal dalam hati mereka terjadi konflik batin yang sangat hebat dalam diri mereka.

Masyarakat awam tentunya tidak terlalu tahu dan mengerti apa itu ekonomi kapitalis yang selalu dikumandangkan dalam setiap kesempatan. Sebaiknya menurut hemat saya, kita hendaknya dapat menelisik bagaimana kinerja sesungguhnya dari ekonomi kapitalis. Dalam hal ini menurut saya berorientasi kepada mekanisme-mekanismenya. Ada dua hal yang menjadi pertanyaan yang mendasar, yang pertama adalah apa yang membuat ekonomi kapitalis dapat bergerak? Ya, karena ada persaingan jawabnya! Tanpa persaingan tidak ada masyarakat kapitalis. Sebuah masyarakat dimana persaingan secara radikal atau seluruhnya dihilangkan maka tidak akan menjadi pada tingkatan bahwa tidak akan ada lagi motivasi ekonomi yang utama untuk mengakumulasikan capital dan akibatnya tidak terdapat lagi motivasi untuk menjalankan roda-roda ekonomi yang digalakkan kapitalis. Kemudian pertanyaan yang kedua adalah apa yang menjadi dasar persaingan yang berlangsung ini? Setidaknya ada dua ide yang mendasar, yakni yang pertama ide mengenai sebuah “pasar yang tidak terbatas” pasar tanpa adanya halangan, dan batasan-batasan secara langsung. Kemudian ide yang kedua adalah berkenaan dengan “keberagaman pusat pembuat keputusan ataupun kebijakan”, terutama dalam hal investasi dan produksi. Dalam hal ini konteks yang muncul adalah arah pengambilan kebijaksanaan (decisison making) yang dibuat dan diatur oleh pemerintah.
Menurut hemat saya, hendaknya kita dapat menemukan problem solving yang tepat dan menjadi dasar di dalam menyikapi trend-trend ekonomi global yang sedang berkembang gencar-gencarnya pada saat ini, dan membuka mata bahwa banyak faktor pendukung lain yang menyebabkan terpuruknya perekonomian negara kita pada saat ini. Namun kiranya kita tidak dapat mengelak bahwa gerak mekanisme yang ada dan dipakai berbau seperti itu.
Penguasa pada dasarnya mempunyai keinginan untuk mengubah fondasi yang benar-benar progresif dalam mensejahterakan masyarakatnya, tapi yang menjadi tolak ukur sekarang adalah bentuk-bentuk tindakan nyata dan bukan cuma janji-janji manis belaka. Saya kira masyarakat sudah memiliki pengetahuan yang lebih didalam mencermati kinerja para pemimpinnya, dan berupaya untuk menyuarakan aspirasi mereka secara bijak dalam membangun negara dan daerahnya masing-masing. Kebijakan otonomi daerah yang sekarang berjalan hendaknya dapat memprioritaskan orientasi dalam pemenuhan mensejahterakan masyarakat secara adil dan merata, dan bukan untuk pencapaian suatu legitimasi kekuasaan belaka yang absolut dari sang penguasa. Mereka hendaknya dapat meneladani kepemimpinan Nabi Muhammad SAW di dalam memanajemen kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dimana pencapaian masyarakat madani lah yang lebih di utamakan daripada hanya terbatas kepada kepentingan-kepentingan perseroangan semata saja.
Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari kesalahan-kesalahan di masa lalu untuk menatap kedepan tantangan-tantangan yang akan dihadapi dalam membangun masyarakat yang madaniah (civil society), dan tentunya tetap berpikir “think globally act locally” dalam mencermati era globalisasi yang sedang marak-maraknya saat ini. Sebagai penutup, saya berharap mudah-mudahan tulisan ini dapat memberikan suatu sumbangan manfaat dan pengetahuan kepada kita semua untuk memaknai secara lebih dan mendalam terhadap realitas sosial yang berkembang dewasa ini. Semoga…

(Artikel ini dimuat di Radar Banjarmasin Tanggal 14 April 2008)

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Fukuyama telah salah dengan mengatakan bahwa "Capitalism is the end of History"...

Jika pernyataan FUkuyama itu terjadi, dunia akan penuh dengan kemelaratan, kemiskinan, dan kebodohan akibat penindasan atas nama negara.

M. Rizky Adha, S.Pd mengatakan...

Ya, namun ada baiknya kita dapat selektif dalam tantangan globalisasi yang sekarang ini cenderung menyuburkan kapitalisme... Tetap berpikir "think global, act locally"...

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

Sudah Baca Postingan Yang Ini :

 
Powered by  MyPagerank.Net Add to Technorati Favorites Site Meter site statistics
© Copyright 2007-2008. Aha Blog . All rightsreserved | Aha Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Aha