Sudah beberapa hari ini mata saya selalu dihadapkan oleh sebuah fenomena yang menjadi rutinitas setiap kali saya berangkat ke kampus, dan ini saya temui disalah satu sudut jalan di kota Banjarmasin dimana terdapat salah satu SPBU yang menjadi langganan saya. Setelah pemerintah menetapkan kenaikan konversi bahan bakar minyak (BBM), SPBU ini selalu tidak kehabisan konsumen yang rela mengantri berjam-jam bahkan sampai teriknya panas sinar matahari dan hujan lebat sekalipun tidak menyurutkan nyali mereka untuk setia mengantri BBM. Seakan tidak percaya melihat realita yang ada disana, saya pun mencoba ikutan antri. Bak Si Komo sedang lewat, disisi kiri dan kanan jalan saya lihat antriannya begitu panjang. Nggak mobil, nggak motor semua berebut menjadi yang terdepan! Bahkan ada beberapa orang yang seakan marah apabila diserobot oleh pengantri lainnya. Didalam antrian panjang itulah bermunculan diskusi-diskusi panas oleh beberapa orang yang sedang mengantri. Begitu saya perhatikan, obrolan-obrolan khas mereka seakan-akan memecah riuh suasana pengap, sesak, dan penat karena antrian yang begitu panjangnya.
Suasana hati mereka tersembul tak tertahankan lagi, memaki, mengumpat, bahkan teramat kecewa dengan pemerintah yang tidak dapat menstabilkan distribusi BBM. Mereka bertanya-tanya mengapa kok salah satu negara penghasil minyak terbesar bisa-bisanya kekurangan pasokan minyak? Alasan lebih diplomatis dikemukakan oleh seorang pengantri, katanya mungkin dengan naiknya harga minyak mentah dunia mempengaruhi pula harga minyak di Indonesia, maka jalan satu-satunya untuk menyesuaikannya dengan cara menaikkan konversi harga minyak. Ada lagi pendapat dari salah satu pengantri, katanya harga boleh-boleh saja naik, tetapi tolong pendistribusiannya dapat disalurkan secara adil dan merata kepada masyarakat! Tapi kok, sampai ngantri berjam-jam untuk mendapatkan BBM… Nggak bener ini!
Melihat, mendengar, dan merasakan keluhan-keluhan mereka (pengantri), saya pun berpikir ternyata masyarakat dapat membaca situasi yang ada sekarang ini dan mereka tidak bodoh-bodoh amat dalam mengkritisi kebijakan pemerintah. Namun kiranya suara-suara mereka hampir-hampir tidak terdengar melalui aspirasi-aspirasi lewat pejabat-pejabat di dewan perwakilan rakyat, seperti angin lalu saja… Mahasiswa sering dianggap sebagai pahlawan bagi rakyat kecil, tiba-tiba mulai dimarjinalkan oleh keadaan… Dimana demo-demo menentang kenaikan harga BBM diwarnai oleh bentrokan dengan aparat kepolisian! Setelah melihatnya sendiri, tentunya pikiran saya maupun anda pastinya semakin ruwet saja dibuatnya… Jadi, sekarang bagaimana pendapat anda…???
Melihat, mendengar, dan merasakan keluhan-keluhan mereka (pengantri), saya pun berpikir ternyata masyarakat dapat membaca situasi yang ada sekarang ini dan mereka tidak bodoh-bodoh amat dalam mengkritisi kebijakan pemerintah. Namun kiranya suara-suara mereka hampir-hampir tidak terdengar melalui aspirasi-aspirasi lewat pejabat-pejabat di dewan perwakilan rakyat, seperti angin lalu saja… Mahasiswa sering dianggap sebagai pahlawan bagi rakyat kecil, tiba-tiba mulai dimarjinalkan oleh keadaan… Dimana demo-demo menentang kenaikan harga BBM diwarnai oleh bentrokan dengan aparat kepolisian! Setelah melihatnya sendiri, tentunya pikiran saya maupun anda pastinya semakin ruwet saja dibuatnya… Jadi, sekarang bagaimana pendapat anda…???
0 komentar:
Posting Komentar